alfaruq

Selasa, 15 Desember 2015

Arsip FIQIH WARIS DALAM ISLAM











RINGKASAN FIQIH WARIS DALAM ISLAM
Oleh: Muhammad Anshori, Lc *
Pendahuluan
Syariat Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara yang legal. Syariat Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan seseorang sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh kerabat dan nasabnya, tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan, besar atau kecil.
Al-Qur'an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Bagian yang harus diterima semuanya dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas saudara seayah atau seibu.
Oleh karena itu, Al-Qur'an merupakan acuan utama hukum dan penentuan pembagian waris, sedangkan ketetapan tentang kewarisan yang diambil dari hadits Rasulullah saw dan ijma' para ulama sangat sedikit. Dapat dikatakan bahwa dalam hukum dan syariat Islam sedikit sekali ayat Al-Qur'an yang merinci suatu hukum secara detail dan rinci, kecuali hukum waris ini. Hal demikian disebabkan kewarisan merupakan salah satu bentuk kepemilikan yang legal dan dibenarkan AlIah swt.Di samping bahwa harta merupakan tonggak penegak kehidupan baik bagi individu maupun kelompok masyarakat.

A. Definisi Waris

Al-Miirats menurut bahasa ialah:Berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Sedangkan makna al-miirats menurut istilah ialah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar'i.
Jadi ilmu warits adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui ahli waris yang dapat mewarisi dan yang tidak dapat mewarisi serta mengetahui kadar bagian setiap ahli waris. (Kitab al-Mawarits fi al-Syari’ah al-Islamiyah, al-Azhar Cairo Mesir).
B. Hak-hak yang Berkaitan dengan Harta Waris / Peninggalan
1.      Digunakan untuk keperluan si mayit dari pengurusan jenazah sampai pada pemakaman dengan catatan tidak boleh berlebihan.
2.      Digunakan untuk keperluan pelunasan hutan pewaris/mayit jika memiliki hutang, baik hutang kepada manusia hutang kepada allah.
3.      Digunakan untuk menunaikan wasiat pewaris selama tidak melebihi jumlah sepertiga dari seluruh harta peninggalannya dan bukan diperuntukkan bagi ahli waris.
4.      Setelah itu barulah seluruh harta peninggalan pewaris dibagikan kepada para ahli warisnya sesuai ketetapan Al-Qur'an, As-Sunnah, dan kesepakatan para ulama (ijma').

C. Sebab-sebab Adanya Hak Waris

1.      Kerabat hakiki (yang ada ikatan nasab)
2.      Pernikahan
  1. Al-Wala’
D. Rukun Waris dalam Islam
1.      Pewaris
2.      Ahli waris
  1. Harta warisan
E. Syarat Terjadinya Pemindahan Harta Waris
1.      Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukmi.
2.      Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.
  1. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing.
F. Penggugur Hak Waris
1.      Budak
2.      Pembunuhan
3.      Perbedaan Agama

G. Ahli Waris dari Golongan Laki-laki

Ahli waris (yaitu orang yang berhak mendapatkan warisan) dari kaum laki-laki ada lima belas: (1) anak laki-laki, (2) cucu laki-laki (dari anak laki-laki), (3) bapak, (4) kakek (dari pihak bapak), (5) saudara kandung laki-laki, (6) saudara laki-laki seayah, (7) saudara laki-laki seibu, (8) anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki, (9) anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, (10) paman (saudara kandung bapak), (11) paman (saudara bapak seayah), (12) anak laki-laki dari paman (saudara kandung ayah), (13) anak laki-laki paman seayah, (14) suami, (15) laki-laki yang memerdekakan budak.
I. Ahli Waris dari Golongan Wanita
Adapun ahli waris dari kaum wanita ada sepuluh: (1) anak perempuan, (2) ibu, (3) anak perempuan (dari keturunan anak laki-laki), (4) nenek (ibu dari ibu), (5) nenek (ibu dari bapak), (6) saudara kandung perempuan, (7) saudara perempuan seayah, (8) saudara perempuan seibu, (9) istri, (10) perempuan yang memerdekakan budak.
J. Pembagian Hak Waris Menurut Islam
1.      Suami; Dalilnya adalah firman Allah: (QS. an-Nisa': 12), ketentuan hukumnya:
-          1/2 : Apabila tidak ada furu’ (keturunan) mayit
-          1/4: Apabila  ada furu’ mayit.
2.      Isteri;Dalilnya adalah firman Allah: (QS. an-Nisa': 12), ketentuan hukumnya:
-          1/4: Apabila tidak ada furu’ mayit.
-          1/8: Apabila ada furu’ mayit.
3.      Anak Laki-laki; Dalilnya adalah firman Allah: (QS. an-Nisa': 11), ketentuan hukumnya:
-          Ashobah binnafsi, (mewarisi seluruh harta) :Apabila tidak bersama saudara Perempuannya
-          Ashobah bil ghair, (2:1) : Apabila bersama dengan saudara perempuan yang sederajat dengannya (anak perempuan)
4.      Anak Perempun;Dalilnya adalah firman Allah: (QS. an-Nisa': 11), ketentuan hukumnya:
-          1/2 : Apabila sendirian dan tidak bersama mu’ashibnya (anak laki)
-          2/3 : Apabila jama’ dan dan tidak bersama mu’ashibnya (anak laki)
-          Fardh + radd (sendiri atau jamak dengan kondisi 1/2 atau 2/3): Apabilatidak ada ahli waris yang mendapatkan ‘ashobah dan ada sisa harta.
-          Ashobah bil ghair (2:1) : Apabila bersama mu’ashibnya (anak laki)
5.      Cucu Laki-laki;Dalilnya adalah diqiyaskan kepada anak laki-laki dalam firman Allah: (QS. an-Nisa': 11), ketentuan hukumnya:
-          Ashobah binnafsi, (mewarisi seluruh harta) : Apabila tidak bersama saudara Perempuannya dan tidak ada yang menghijab/menghalanginya
-          Ashobah bil ghair, (2:1) : Apabila bersama dengan saudara perempuan yang sederajat dengannya  (cucu perempuan) dan tidak ada yang menghijabnya
-          Mahjub, terhalangi/terhijab : Apabila ada anak laki-lakiatau keturunan laki-laki yang lebih dekat nasabnya dengan si mayit
6.      Cucu Perempuan;Dalilnya adalah diqiyaskan kepada anak perempuan dalam firman Allah: (QS. an-Nisa': 11), ketentuan hukumnya:
-          1/2 : Apabila sendiri, tidak bersama dengan mu'ashibnya yaitu; saudara laki-lakinya (cucu laki-laki simayit) dan tidak ada yang menghijabnya
-          2/3 : Apabila jama' (bersama saudara perempuan yang lainnya, dua orang atau lebih), tidak bersama dengan mu'ashibnya dan tidak ada yang menghijabnya
-          1/6 : Baik sendiri atau jama' : Apabila bersama satu orang anak perempuan, sebagai penyempurna dari 2/3 (takmilatan litstsulutsain), tidak bersama dengan mu'ashibnya dan tidak ada yang menghijabnya.
-          Fardh  (1/2, 2/3, 1/6) + radd (tambahan) : Apabila tidak ada ahli waris yang mendapatkan ‘ashobah (sisa harta), tidak ada yang menghijabnya dan ada sisa harta.
-          Ashobah bil ghair, (2:1) : Apabila bersama dengan mu'ashibnya dan tidak ada yang menghijabnya.
-          Mahjub (terhijab/terhalangi) : Apabila ada anak laki-laki atau ada jama' dari anak perempuan.
7.      Ayah;Dalilnya adalah firman Allah: (QS. an-Nisa': 11), ketentuan hukumnya:
-          Ashobah binnafsi : Apabila tidak ada furu’ (keturunan) si mayit sama sekali
-          1/6 + sisa : Apabila bersama furu’ perempuan saja
-          1/6 : Apabila bersama furu’ laki-laki saja dan atau furu’ laki dan perempuan
8.      Ibu;Dalilnya adalah firman Allah: (QS. an-Nisa': 11), ketentuan hukumnya:
-          1/3 : Apabila tidak bersama furu’ mayit ( lk/pr ), dan atau tidak bersama jama' dari saudara lk/pr (sekandung/seayah/seibu).
-          1/6 :Apabila bersama furu’ mayit ( lk/pr ), dan ataubersama jama' dari saudara lk/pr (sekandung/seayah/seibu).
-          1/3 + sisa : Apabila bersama dengan suami atau istri dan ayah dalam masalah ghorrowain
9.      Kakek;Dalilnya adalah diqiyaskan kepada ayah dalam firman Allah: (QS. an-Nisa': 11), ketentuan hukumnya:
-          Ashobah binnafsi: Apabila tidak ada furu’ sama sekali  dan tidak ada yang menghijabnya (ayah)
-          1/6 + sisa : Apabila bersama furu’ perempuan saja (tidak bersama furu’ laki-laki) dan tidak ada yang menghijabnya
-          1/6 : Apabila bersama furu’ laki-laki saja dan atau furu’ laki dan perempuan dan tidak ada yang menghijabnya
-          Mahjub : Apabila ada ayah dan atau kakek shahih yang terdekat dengan si mayit
10.  Nenek;Dalilnya adalah riwayat dari ‘Ubadah bin Shamit, beliau berkata : “ Sesungguhnya Nabi Shallahu ‘alaihi wasallam menetapkan bagian untuk dua nenek sebesar seperenam bagian”. (HR. Ahmad), ketentuan hukumnya:
-          Nenek dari jalur ayah, mendapatkan : 1/6 : Apabila tidak ada ibu dan ayah juga tidak ada nenek yang lebih dekat darinya.
-          Nenek dari jalur ibu, mendapatkan : 1/6 : Apabila tidak ada ibu dan tidak ada nenek yang lebih dekat darinya.
11.  Saudara Laki-laki Kandung; Dalilnya adalah firman Allah: (QS. an-Nisa': 176), ketentuan hukumnya:
-          Ashobah binnafsi (mewarisi seluruh harta) : Apabila tidak ada furu’ laki- laki (anak/cucu),tidak ada ayah (kakek, ada khilaf) dan tidak bersama saudara perempuannya (saudara perempuan kandung)
-          Ashobah bil ghair (2:1) :Apabila bersamadengan saudara perempuannya (saudara perempuan kandung), tidak ada furu’ laki- laki (anak/cucu),dan tidak ada ayah (kakek, ada khilaf).
-          Berserikat dalam 1/3 : Apabila bersama dengan saudara seibu dalam masalah musytarikah
-          Mahjub : Apabila ada furu’ laki (anak/cucu laki) dan ayah (adapun kakek, beda pendapat di kalangan fuqaha’)
12.  Saudara Perempuan Kandung; Dalilnya adalah firman Allah: (QS. an-Nisa': 176), ketentuan hukumnya:
-          1/2 : Apabila sendiri, tidak bersama dengan mu'ashibnya (saudara laki-laki kandung), tidak ada furu’/keturunan (anak/cucu, baik lk/pr) dan tidak ada ushul laki-laki yaitu ayah, (kakek ada khilaf)
-          2/3 : Apabila jama’ (2 orang atau lebih), tidak bersama dengan mu'ashibnya (saudara laki-lakinya), tidak ada furu’/keturunan mayit (anak/cucu baik lk/pr) dan tidak ada ushul laki-laki yaitu ayah (adapun kakek terdapat perbedaan pendapat)
-          Berserikat dalam 1/3 : Apabila terjadi masalah musytarikah
-          Ashobah bil ghair (2:1) : Apabila bersama dengan mu'ashibnya (saudara laki kandung) dan tidak ada yang menghijabnya.
-          Ashobah ma’al ghair : Apabila bersama dengan furu’ perempuan (anak/cucu perempuan), tidak bersama mua’shibnya (saudara laki kandung) dan tidak ada yang menghijabnya.
-          Mahjub : Apabilaada furu’ laki-laki (anak/cucu laki-laki), dan atau ada ayah. Adapun kakek  (terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama).
13.  Bersambung insya Allah, wallahu ta’ala a’lamu bish showwab…


  
* Alumnus LIPIA Jakarta 2013, Pakar Kewarisan Islam dan Konsultampung







Capek......Dech?! (just Kidding) 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar